Teluk Benoa merupakan daerah tangkapan air atau tampungan aliran banjir melalui 5 sub daerah aliran sungai (DAS) di antaranya DAS Badung, DAS Mati, DAS Sama, dan DAS Bualu.
Keanekaragaman ekosistem di Teluk Benoa sangat tinggi dan kompleks yaitu: ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun , dan daratan pasang surut.
Pulau Pudut yang Terancam Hilang
Sayangnya Teluk Benoa menjadi salah satu wilayah yang terdampak oleh aktivitas reklamasi dan alih fungsi lahan yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Salah satunya adalah Pulau Pudut yang terletak di sisi timur Tanjung Benoa, lima kilometer dari Nusa Dua. Ekosistem mangrove yang rusak juga mengancam mata pencaharian nelayan dan ekosistem sekitar.
Aktivitas pengerukan yang dilakukan sejak lama kini membawa ancaman besar, yaitu kemungkinan hiilangnya kawasan pariwisata bahari ini.
Disamping dari sisi positif dilakukannya reklamasi seperti terciptanya banyak lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Bali di bidang akomodasi wisata, reklamasi teluk Benoa juga membawa tak sedikit dampak buruk. Aktivitas reklamasi bedampak pada berkurangnya fungsi Teluk Benoa sebagai tampungan banjir dari daerah aliran sungai di sekitarnya, sehingga meningkatkan potensi banjir daerah sekitar.
Menjaga Eksistensi Pulau Pudut
Kini keberadaan Pulau Pudut menjadi hal yang harus diperhatikan oleh banyak pihak, karena upaya menjaga eksistensi Pulau Pudut memerlukan upaya kolektif. Hal ini bisa dimulai dari peningkatan kesadaran masyarakat luas akan keberadaan dan permasalahan yang kini dihadapi Pulau Pudut.
Menelaah lebih jauh kondisi geografis Pulau Pudut yang kian menyusut dan kondisi pasang surut yang sangat mempengaruhi areal pesisir pulau, tanaman mangrove Rhizophora mucronata menjadi solusi yang tepat, karena karakteristiknya cocok dengan kondisi pesisir Pulau Pudut.
Dimana mangrove yang ditanam pada saat surut akan tenggelam sebagian oleh air pasang. Oleh karena itu, Rhizophora mucronata menjadi jenis mangrove paling sesuai untuk kondisi penanaman ini.


Keberadaan mangrove yang ditanam menggunakan metode box bambu akan menangkap sedimen pasir seiring berjalannya waktu, dengan demikian area Pulau Pudut dapat bertambah luas dengan adanya sedimen-sedimen baru.
Dalam perjalanannya, pertumbuhan mangrove yang ditanam pada pesisir akan mati sebagian, namun hal ini sangat bermanfaat bagi pembentukan “fondasi” pesisir yang kuat untuk mangrove berikutnya yang ditanam di area itu.
Itulah mengapa pelestarian pesisir Pulau Pudut memerlukan waktu dan usaha yang panjang dan masif. Berdasarkan analisa yang dilakukan aksi bumi, Pulau Pudut membutuhkan sebanyak ±100.000 mangrove agar dapat selamat dari ancaman abrasi yang melanda.
Arti Keberadaan Mangrove
Salah satu aspek penting dari ekosistem mangrove adalah perannya dalam melindungi garis pantai dari erosi dan dampak buruknya gelombang laut. Pohon mangrove dengan akar yang kuat dan kompleks membentuk benteng alamiah yang mampu menahan tekanan gelombang laut dan badai. Penanaman pohon mangrove baru menjadi solusi proaktif untuk memperkuat pertahanan pesisir dan mengurangi risiko kerusakan akibat bencana alam.
Pentingnya ekosistem mangrove juga terkait erat dengan kemampuannya menyimpan karbon. Pohon mangrove dapat menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar, berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim. Dengan mengurangi emisi karbon dioksida melalui penanaman mangrove baru, Indonesia dapat berperan dalam upaya global untuk mengatasi perubahan iklim.
Menjadi Pembawa Perubahan
Aksi bumi bersama dengan berbagai pihak, kontributor, volunteer dan petani mangrove lokal menggalakan gerakan pelestarian Pulau Pudut yang efektif dan berkelanjutan melalui kegiatan penanaman mangrove dan edukasi. Gerakan pelesatrian pesisir yang dilakukan oleh aksi bumi terbuka bagi semua kalangan yang ingin menjaga dan membawa perubahan lebih baik di pulau dewata.